Latest News

Fenomena Comte Kehidupan

Refleksi 9: Filsafat Ilmu
 Fenomena Comte Ujian
Fitriani, S.Pd
15709251067
PPs Prodi Pendidikan Matematika A 2015


Bismillahirrahmanirahim.
Assalamualaikum wr.wb

Pada pertemuan ke-9 Perkuliahan Filsafat Ilmu dengan dosen pengampu Prof. Dr. Marsigit, M.A. di  hari Selasa tanggal 17 November 2015 pukul 11.10 s.d. 12.50 di ruang 305B Gudung lama Pascasarjana. Sama halnya dengan pertemuan sebelumnya Beliau memulai pertemuannya dengan berdoa bersama menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Kemudian dilanjutkan dengan tes jawab singkat dengan topik “Fenomena Comte dala ujian” adapun bentuk-bentuk dari pertanyaan Beliau seperti berikut:

Pertanyaan 1 dari Nurafni Retno Kurniasih

Apakah soal-soal Tes jawab singkat merupakan soal open-ended dimana open-ended itu merupakan soal yang meiliki banyak jawaban benarnya?

Jawaban dari Beliau Bapak Prof. Marsigit M. A

Soal-soal dalam TES JAWAB SINGKAT lebih mementingkan kepada usaha untuk “MENGADAKAN dari masih YANG MUNGKIN ADA” setidaknya dengan adanya tes jawab singkat ini kita menjadi memikirkan yang tadinya belum terpikirkan bahwa yang namanya suatu sudut pemikiran bukan hanya sebuah sudut melainkan terdiri dari MULTIPLE sudut pemikiran. Sehingga kita sebenarnya adalah MULTIFASET yang berdimensi tak berhingga dalam sebuah interaksi. Tidak seperti halnya perwayangan DASA MUKA yang memiliki perwayangan hanya sepuluh. Kita sebagai manusia memiliki lebih dari itu sebagaimana UJIAN tadi yang memiliki minimal 50 sudut pandang. Sehingga sangat sulit dalam menentukan jawaban karena jawaban bersifat IKON yang mewakili dunianya, maka tidak sembarang orang yang membuatnya hanyalah para Dewa yang mampu menjawab dengan baik dan benar semuanya.

Hakekat para Dewa yang sebenarnya terdapat beda umur, beda pengalaman beda dimensi, dan sebagainya. Seseorang yang tidak tahu pun menjadi tahu telah menjadi DEWA bagi dirinya sendiri. Jadi orang yang tidak paham selalu dihantui dengan ketakutan MITOS padalah sebetulnya kalau diungkapkan “Tiada sesuatu yang berubah kecuali sesuatu itu sendiri” sehingga kadang-kadang orang terjebak dalam ruang dan waktu yang gelap termakan oleh mitosnya sendiri. Maka manusia harus selalu berpikir agar dapat terlepas gelapnya mitos. 

Beliau Bapak Marsigit pula menambahkan bahwa kita sebagai mahasiswa adalah daksa dan dosen itulah adalah DEWAnya seperti halnya siswa adalah daksa dan guru adalah dewanya. Maka dalam menembus ruang dan waktu, para Dewa harus bisa menembus ruang dan waktu sesuai dengan komunitasnya. Dalam artian, jika kita mau menembus ruang dan waktu kita harus melepas baju keDEWAaanya agar tidak menakut-nakuti atau menimbulkan kehancuran. Demikian pula ketika akan bertemu para Dewa maka kita memperiapkan alat yang khusus, seperti Pak Jokowi ketika akan bertemu dengan Obama sebagai Dewa maka harus memakai Jas dan Dasi jika hanya menggunakan Batik maka Pak Jokowi akan dianggap sebagai kaum Tribal. 

Tribal adalah sebuah desain atau motif tertentu yang menunjukan unsur tradisional. (http://nhcmn.blogspot.co.id/2012/09/imagination-of-tribal.html)

Disebabkan realitanya batik belum bisa menjadi universal value yang masih di bawah kekuasaan Power Now. Batik masih bersifat lokal belum bersifat internasional menembus kekuassan Power Now. Karena untuk menjadikan Batik jadi Ikon universal value diperlukan proses yang panjang dan lama dengan cara mengubah paradigma, dunia, ideologi, pilitik dan sebagainya. Seperti kejadian pemboman di Paris, Obama berkata “ini menyerang Universal Value” dan universal value sekarang dipegang oleh Power Now. jadi tidak mudah untuk menjadi universal value, memerlukan perubahan dari generasi ke generasi 10 atau 20 generasi belum tentu mampu merubah universal value. Malahan yang terjadi realitasnya kita akan kehilangan lokal yang akan tersedot dalam aliran Power Now yang telah direduksi.

Reduksi itu ibarat Pisau yang berbahaya dapat membunuh, namun disisi yang lain berguna dan sangat dibutuhkan untuk mengupas bawang. Inilah salah satu fenomena Comte. Fenomena Comte yang lain adalah menghilangkan rokok di dunia ini banyaknya kerugian dari rokok tersebut namun di sisi yang lain menggantungkan hidup para petani tembakau jadi rokok masih dijual bebas ke sana kemari. Kembali pada soal-soal filsafat dimana pada dasarnya soal-soal filsafat itu berstruktur. Serta memiliki 1001 jawaban yang harus terplih sesuai dengan kebutuhan konsep ruang dan waktu yang akan direduksi. 

Pertanyaan 2 dari Atik Lutfi Ulin Ni’mah

Apakah batasan seseorang dapat dikatakan sebagai sufi? (Atik Lutfi Ulin Ni’mah) bar
Jawaban Beliau Bapak Prof. Marsigit M.A

Mengenai sufi berati tentang tingkatan spiritual. Seorang sufi sebenarnya mencoba mencari metode berdoa yang disesuaikan dan dikembalikan secara otentik berdasarkan aslinya. Contohnya menyakini Nabi-nabi sesuai dengan keyakinan masing-masing walaupun telah meninggal dunia tetaplah diyakini dan dihormat. Hormat bukan hanya sekedar hormat tetapi sesuai dengan adab dalam berdo’a disesuaikan petunjuk para sahabat-sahabat yang mencontohkannya dalam sebuah hadis-hadis. Pada kisah zaman dahulu ketika para sahabat sedang berkumpul dengan para Nabi, salah satu sahabat berkata kepada Nabi, “Saya ingin mengetahui sebenar-benar dirimu, saya ingin mengetahui sebenar-benar wajahmu, Wahai Rosululloh”. Rasulullah SAW menjawab, “Tengoklah pada telinga putriku, Fatimah”. Semua satu persatu sahabat pun menengok dan melihat telinga Fatimah anak Rasulllah SAW namun hanya menemukan gelap, gelap dan gelap. Akan tetapi, salah satu sahabat Rasulullah SAW yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq yang tidak ikut menengok pada telinga Fatimah. Rasululloh pun bertanya kepada Abu Bakar “Kanapa Engkau tidak melihat telingan putriku ?”. Abu Bakar menjawab “hal tersebut tidak perlu ya Rasulullah, setiap hari aku sudah melihat keseharianmu Rasulullullah SAW baik itu berupa makan, tidur, bangun dan sebagainya dalam keadaan apapun maka aku tidak perlu melihat telinga Fatimah”. Rasulullah SAW pun menjawab “Engkaulah salah satu muridku yang paling cerdas wahai Abu Bakar”. Abu Bakar yang merupakan murid Malaikat Jibril, Malaikat Jibril adalah utusan Tuhan. Sehingga dari Tuhan mengalirlah sinar-sinar yang diyakini oleh para ulama yang kemudian lahirlah Ahlu Sunnah Waljama’ah. Ibaratnya energi listrik yang datang secara langsung yang cukup dengan mencolokkan ke stop kontak yang ada tidak perlu mengumpulkannya dari sinar matahari yang sampai ke bumi. 

Dari para sahabat selanjutnya kepada penerus-penerus sehingga sampailah pada para sufi yaitu ulama pembawa wasilah. Wasilah inilah yang kemudian menjadi guru-guru spiritual dimana Dunia dan akhirat memiliki gurunya masing-masing untuk menertibkan, membetulkan dan menyakinkan para manusia. Maka janganlah berlaku sombong akan ilmu yang dimiliki sehingga merasa tidak perlu belajar kepada para sufi, ulama dan sebagainya untuk sampai kepada Tuhan kerana merasa yakin doanya akan sampai kepada Tuhan. Kita tidak akan pernah tahu apakah doa kita diterima atau tidak karena doa pun memiliki medanya tersendiri, tapi dengan mengintrospeksi diri, berusaha dekat dengan sufi. dengan para ulama agar kita menjadi orang yang beruntung tertata baik spiritualnya. Dalam keadaan apapun berusahalah untuk memohon ampun dan menyebut nama Tuhan karena itulah setinggi-tinggi spiritual yang dapat dilakukan oleh seorang hamba.

Bagaikan penggambaran ELEGI MENGGAPAI RAMAI dan ELEGI MENGGAPAI SEPi. Di dalam sepi kita berdoa menghayati segala sesuatu yang telah diperbuat, segala dosa, ketakutan dan seluruh tubuh berdoa terjadilah ramai dalam kesepian diri. Begitu pula dengan ramai dalam keramaian hidup ini segala fenomena, kejadian yang terjadi kita merasa sepi sebagai hamba Allah SWT yang sedang mengaruhi serta berjuang dalam hidup ini sendiri, sepi, mempertanggungjawabkan semunya sendiri apa yang telah diperbuat. 

Berpegang teguhlah pada agama kita masing-masing, setiap agama memiliki pandangan tersendiri dan guru spiritualnya tersendiri. Dalam hal ini hanya menggambarkan spiritual Islam dengan penggambaran sufi tersebut berdasarkan pengalaman Beliau Bapak Marsigit yang telah menjalani Ritual Ikhlas di mesjid. 

Pertanyaan 3 dari Tri Rahmah Silviani

Bagaimanakah tanggapan filsafat mengenai khayalan manusia agar tidak melampau batas kuasa Tuhan?

Jawaban Beliau Bapak Prof Marsigit M.A

Khayalan agar tidak melampaui batas maka kendalikan dengan IMAN DAN TAQWA dalam dimensi spiritual. Dimana dalam rumusan matematika disebutkan bahwa dalam elegi parade Tukang Cukur dimana


Kalau x anggota A maka x ≠ x, karena x ≠ x maka kesimpulannya x bukan anggota himpunan A. Apapun akan melahirkan kontradiksi, setiap langkah di dunia ini pastinya akan bertemu dengan kontradiksi sebagaimana pada Fenomena Comte. Akibat dari FENOMENA COMTE kita dibuat ribet, kita lupa akan sholat, lupa akan kewajiban, dan sebagainya gara-gara MOBIL BARU. Inilah salah satu contoh fenomena Comte, gara-gara HP baru yang canggih keluarga jadi berantakan, bertengkar dengan istri, anak diabaikan, dan sebagainya.
Sehingga jika dikembangkan secara intensif dan ekstrensif dari fenomena Comte tersebut inilah mencampuradukkan antara POSTIF DAN NEGATIF menjadi satu. Sehingga dalam dimensi tertinggi spiritual, orang tersebut tidak akan masuk surga karena masih adanya unsur neraka dalam dirinya. Inilah hidup, mau pulih yang mana neraka atau surga tergantung pada bagaimana diri kita menjalani hidup. Maka dalam filsafat ketika berdiskusi berkaitan dengan KETUHANAN jangalah melampaui batas karena sebenar-benar pikiran kita tidak akan mungkin mampu menggapai memikirkan TUHAN. Seperti contoh pertanyaan sebgai berikut:

Karena Tuhan Maha Kuasa, Apakah Tuhan mampu menciptakan Batu yang SANGAT BESAR dan SANGAT BERAT sehingga TUHAN sendiri tidak mampu untuk mengangkatnya?
Menjawab tidak bisa berdosalah kita masa Tuhan tidak mampu? Padahal Tuhan maha Kuasa dan Maha mampu segala –galanya. Menjawab bisa berdosa pula kita karena berarti masih berbatasnya Tuhan menciptakan sesuatu yang berat itu karena masih mampu mengangkatnya. 

Maka jika telah masuk dalam diskusi seperti ini, lebih baik HENTIKANLAH dan istiqfarlah. Ketahuilah Tuhan mengetahui segalanya apa yang tidak kita ketahui, pikiran kita terbatas memikirkanNya inilah bukti ketidaksempurnaan Manusia. Sehingga Imanuel Khan menyebutkan “Dunia ini ada awal dan tidak ada awal “Jika dilihat secara sistematik maka dunia itu ada awal, secara  Filsafat menganggap dunia tidak ada awalan secara keyakinan, dunia itu berawalan dan berakhiran namun hanya Tuhan yang mampu mengawali dan mengakhiri. Sedangkan jika dilihat dari fikiran manusia dunia tidak berakhir namun ada akhir. Yang terpenting adalah adanya keimanan pada diri manusia bahwa awal dan akhir itu hanya TUHAN YANG TAHU. 

          Fenomena Comte dimana mementingkan dunia pada saat itu juga, yang diperlukan untuk meningkatkan dimensi tetapi mempunyai banyak sekali dan penuh dengan resiko. Seperti halnya naik motor yang resikonya adalah jatuh, menabrak dan sebagainya namun bukan berarti kita tidak boleh untuk naik motor. Apalagi naik pesewat yang resikonya SANGAT BESAR dimana jika jatuh pesawat maka pasti akan mati namun tetaplah kita harus naik pesawat untuk bebergian jauh agar lebih cepat. ADA BAIKNYA ada PULA Resikonya. 

Sebagimana fenomena pemboman di Paris yang merupakan Fenomena Comte dimensi TRIBAL dengan dimensi POWER NOW. Komunikasi dimensi tribal versus dimensi tradisional versi POWER NOW. Maka dimensi tradisional menyerang Universal Value yang ditetapkan oleh Power Now. korbannya banyak dan mengertika. Kita hanya mampu merefleksikannya, tidak mampu melakukannya sedangkan yang melakukannya tidak akan mampu merefleksikannya. 

Pesan Beliau di akhir pertemuan ini teruslah meningkatkan intuisi dengan memperbanyak bacaan bahkan mendengarkan musik yang indah, tetesan air pun mampu menarik intuisi. Iman itu naik turun petahankanlah agar senantiasa selalu stabil dengan merutinitaskan ibadah. Selamat berjuang membuat komen yang berkwalitas.

Wassalamualaikum wr.wb



0 Response to " Fenomena Comte Kehidupan"