Latest News

Arus Limbah Power Now

Refleksi ke-8: Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Arus Limbah Power Now
Fitriani, S.Pd
15709251067
PPs Prodi Pendidikan Matematika A 2015


Bismillahirahmanirahim

Assalamualaikum wr.wb

Salam sejahtera bagi kita semua.

Pada pertemuan ke-8 perkuliahan Perkuliahan Filsafat Ilmu dengan dosen pengampu Prof. Dr. Marsigit, M.A. di  hari Selasa tanggal 10 November 2015 pukul 11.10 s.d. 12.50 di ruang 305B Gedung lama Pascasarjana. Di awal pertemuan sama seperti pertemuan sebelumnya Beliau memulai pertemuannya dengan berdoa bersama menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Kemudian dilanjutkan dengan merekam perkuliahan sebagai bahan refleksi, namun pada pertemuan kali ini agak berberda dengan pertemuan sebelumnya dimana pada pertemuan kali ini Beliau menyampaikan materi filsafatnya dengan menggambar alur PERKEMBNGAN POLA PIKIR FILSAFAT itu dari zaman dahulu sampai zaman sekarang yaitu kontemporer.

Adapun hasil refleksi berdasarkan pertemuan ke-8 tersebut berdasarkan perkuliahan Beliau Bapak Marsigit yaitu sebagai berikut:

Objek filsafat yang terdiri dari ADA dan yang MUNGKIN ADA, dimana jika dipikirkan dari objek filsafat itu yang dipikirkan tidak lain dan tidak bukan adalah sifatnya, hubungan antara sifat-sifatnya serta struktur dari sifatnya yang tak terhingga banyaknya dari bermilyar-milyar pangkat semilyar pun belum cukup untuk menyebutkannya dan tidak akan mampu untuk menyebutkan semuanya. Kemudian dari yang MUNGKIN ADA melahirkan filsafat REDUKSIFISME dimana hidup itu adalah pilihan. Pada dasarnya hidup manusia adalah reduksifisme yang dipilih oleh TUHAN namun adapula dipilih otonom diri sendiri. Dari reduksi yang dipilih disesuaikan dengan apa yang hendak dibangun, seperti membangun rumahtangga, membangun kepercayaan, membangun ilmu, dan sebaginya. Kemudian memunculkan tesis dan antitesis dari reduksi yang bersifat TETAP dan BERUBAH.
TETAP berada pada wadah ADA sedangkan BERUBAH pada wadah yang MUNGKIN ADA. Tetap memiliki aliran yang disebut PERMENIDES dan berubah memiliki aliran HERACLITOS. Tetap itu seperti penggambaran Beliau “saya lahir sebagai manusia, kecil  sebagai manusia, besar sebagai manusia, dewasa sebagai manusia, tua sebagai manusia, sampai jadi fosil tetalpalah sebagai fosil manusia. Sedangkan yang Berubah jelaslah dari setiap saat selalu berubah. jika kita melihat manusia dari sisi yang berbeda maka manusia itu sangat sempurna dan sisi lain sebagai mahluk yang terbatas. Kesempurnaan tersebut berdimensi, misalnya “ayam itu lebih sempurna dibandingkan cacing”. Melanjutkan pembahasan tentang tetap dan berubah Beliau mengatakan bahwa  HABITAT dari yang tetap di dalam pikiran dan yang berubah di luar pikiran. Yang didalam pikiran bersifat Absolut atau Ideal maka dikenal sebuah aliran filsafat Absolutisme atau Idealisme dengan tokohnya adalah PLATO sehingga aliranya disebut PLATONISME dan yang diluar pikiran bersifat  real maka ada aliran filsafat bernama Realisme dengan tokoh bernama ARISTOTELES.

Selanjutnya, berubah itu bersifat Relatif sehingga muncul aliran RELATIFISME dengan Einstain sebagi tokohnya. Sedangkan yang tetap bersifat IDENTITAS dimana I=I (di dalam pikiran) namun I≠I (di luar pikiran) yang disebut kontradiksi karena I pertama tidak sama dengan I yang kedua karena peduli terhadap ruang dan waktu. sehingga di relatif itu menimbulkan persepsi, persepsi menggunakan panca indra seperti dilihat, diraba, dipegang, diterawang disikut dan sebagainya sehingga pembenarannya adalah cocok atau korespondensi sehingga memunculkan filsafat KORESPONDENSIONISME. Pada bagian tetap bersifat konsisten. Pikiran menjadi ilmu jika bersifat konsisten. 

Misalkan x adalah alien ditetapkan sebagai definisi maka
x + x = alien + alien = alien dan seterusnya sehingga menemukan teorema.

Bagaimanapun proses pembuktiannya tetapkanlah kekonsistenan dalam sebuah teori sebagai ilmu pengetahuan. Konkret anti tesisnya abstrak sedangkan real anti tesisnya absolut.  Oleh karena itu pada bagian berubah sifatnya sintesis, maka dapat disimpulkan diluar pikiran, realisme, konkrit saling beruhubungan dan berkemistri, sama saja antara nasi goreng dan burger saling berkemistri. Sedangkan pada sisi tetap besifat analitik. “kamu ngomong apa aja terserah yang penting logis”. Inilah yang disebut Analitik. Beliau kemudian menganalogikan analitik orang berkeluarga itu sebagai berikut:
Kenalan, saling mencinta, kenal keluarga, jadian, melamar berunding menetapkan hari pernikahan....dan selanjutnya”

          Karena bersifat anlitik sehingga memunculkan sifat a priori. Pikiranku dapat mewujudkan ide dan seterusnya. Sehingga analitik jodohnya a priori. Contohnya seorang dokter menerima telepon dari pasiennya yang hanya mengungkapkan keluhannya dapat diketahui obat yang sesuai inilah yang disebut Analitik A PRIORI. Sedangkan contoh seorang dokter hewan yang hanya dapat dideteksi penyakitnya ketika disentuh atau di pukul inilah yang disebut A POSTERIORI. 

Sehingga akibat dari Sintetik A Priori sifat itu lahirlah aliran Rasionalisme dengan tokohnya  Rene Descartes. Sedangkan pada aliran A Posteriori lahirlah aliran filsafat Empirisisme dengan tokohnya Devid Hume. Selama kurang lebih 15 abad kedua aliran ini saling menonjolkan kelebihannya, saling bersaing, saling menyalahkan, dan seterusnya sehingga terjadilah pertempuran hebat dari kedunya antara Rene Descartes dengan David Hume. Rene Descartes mengatakan “Tiadalah ilmu kalau tidak berdasarkan Rasionalisme” lalu Devid Hume menjawab “Tiadalah ilmu kalau tidak dibangun berdasarkan atas pengalaman” terus dan terus berdebat-berdebat mempertahankan argumen masing-masing sehinga lahirlah tokoh Imanuel Khan (1671) yang berkata “wahai kaum Rasionalisme ketahuilah Engkau itu benar tapi ada salahnya, wahai kaum Empirisme ketahuilah Engkau itu benar tapi ada juga salahnya. Descartes Engkau terlalu sombong mendewa-dewakan Rasionalisme tetapi mengabaikan pengalaman, Devid Hume Engkau pula sombong mendewa-dewakan pengalaman tetapi mengabaikan Rasionalesme” sehingga Imanuel Khan dalam bukunya “The Critics of Purism” menggabungkan kedua teori dari Rene Descartes diambil Sintetiknya sedangkan pada Devid Hume diambil A Priorinya sehingga Imanuel Khan memproklamirkan “Sebenar-benar ilmu adalah Sintetik A Priori” dimana sintetik artinya COBALAH sedangkan A Priori artinya PIKIRKANLAH. Maka sebenar-benar filsafat ilmu adalah “Pikirkanlah pengalamanmu dan kerahkanlah pikiranmu itu”. Jadi dari a priori yang bersifat formal lahirlah formalisme dengan tokohnya Hilbert, lahir pula aliran logis sehingga terbentuk aliran Logisisme dengan tokohnya Ultran Traso. Sehingga apabila aliran ini dinaikkan lahirlah aliran filsafat Transendentalisme “sebenar-benar ayam itu transenden bagi cacing, sebab cacing tidak mengerti dunianya ayam jadi seenaknya saja si cacing berjalan-jalan di atas bumi sehingga di patoklah dan dimakanlah oleh si ayam” seperti halnya kakak merupakan transenden bagi adeknya. Maka para dewa itu adalah transenden bagi para daksa, pemimpin adalah transenden bagi yang dipimpinnya, subjek adalah transenden bagi objeknya, subjek adalah transenden dari semua sifat-sifatnya begitu seterusnya. Sebagaimana di contohkan Beliau “Pak Marsigit memakai baju kuning, sadar bahwa Beliau memakai baju kuning (mengerti) namun bagaimanapun Kuning tidak akan pernah mengerti siapa pak Marsigit” sehingga disini pak Marsigit Transenden bagi si kuning.

Kembali ke sifat identitas yang bersifat tunggal yakni hanya satu kebenarannya. Seperti halnya dalil Phytagoras yang memiliki satu rumus tidak bersifat relatif yang tergantung situasinya, objek yang memakainya dan sebagaiya. Sehingga tunggal dari segala tunggal yang Maha Tunggal adalah Tuhan sang Pencipta Alam Semesta yang disebut dengan Monoisme atau monisme dimana maksudnya adalah keseluruhannya itu adalah kuasa Tuhan yang Maha Esa. Sehingga dalam mengertnya sangatlah mudah karena berkemistri dengan kehidupan kita yang sebenarnya. 

Sehingga jika dikaitkan dengan 4 dimensi utama tergambar dari bawah sampai atas mulai dari material sampai formal berada pada ruang lingkup yang Mungkin Ada di luar pikiran sedangkan normatif sampai spriritual berada di ruang lingkup ADA di dalam pikiran dan cocok denga struktur Indonesia. Tetapi dimensi tersebut dengan segala pernak-perniknya sehingga muncullah zaman kegelapan. Dimana zaman kegelapan itu adalah itu miliki gereja. Dimana orang awam itu tidak boleh mencari kebenaran atau menelusuri kebenaran, semuanya ditentukan oleh gereja. Sehingga di hukum gereja tidak main-main yang melanggar di hukum mati. Sehingga salah satunya peninggalan siswa yang masih ada adalah Geosentris menuju Heliosentris. Gereja berpendapat bahwa bumi itu adalah “Bumi itu Pusat Dari Alam Semesta” bintang-bintang, matahari, bulan, mengelilingi bumi sebagai Bunda Maria atau apalah mungkin bisa ditelusuri oleh agama kristen yang berkaitan denga agamanya.

Pada zaman inilah muncul Revolusi Copernicus bahwa tiap-tiap menggunakan pikirannya dalam merintis sesuatu sehingga lahirlah aliran flisafat Copernikusianisme yang menulis revolusi tapi disembunyikan agar tidak ketahuan seperti Galileo Galilei yang disebut praktek perdukunan, itu yang berusaha mengukur kecepatan suara dari dua bukit nyalakan api yang suaranya di ukur namun ketetapan yang di ukurnya menyalahi ketentuan gereja sehingga Galileo pun di bunuh dan di bakar. Sehingga produk dari Copernikus membantah keyakinan gereja namun kejelasanya masih bersifat fana bagi kita kaum awan apa lagi yang tidak mengerti pasti tentang agama.

Teori Galiosentris yang menyatakan bahwa bumi sebagai pusat tata surya yang dimana bergerak pada lintasannya dn selalu bergerak bergeser sehingga tidak mungkin melewati lintasan yang sama maka dari sisnilah muncul rasionalis dan empiris tersebut dari sinilah muncul Rene Descartes.

Dari zaman inilah era baru muncul yang diperkenalkan oleh Aguste Comte  dengan aliran Positivisme yang munculnya sekitar dua abad yang lalu. Aguste Comte kuliah di Paris dengan jurusan Politeknik tapi sayangya Aguste Comte tersebut tidak menyelesaikan kuliahnya karena Drop Out dari kampus sehingga akhirnya membuat buku filsafat. Ide Aguste Comte yaitu “Sumber dari segala sumber kehidupan berangkat dari fenomena Comte yang dimulai dari Spiritual, Filsafat,sampai Positivisme” Sehingga Aguste Comte mengritik semua aliran terdahulu seperti aliran dari Platonisme, Aristoteles, Imanuel Khan dengan berbagai macam aliranya karena menurutnya “SEMUA ALIRAN TERDAHULU FILSAFAT ADALAH MEANINGLESS” artinya tidak ada artinya sama sekali. Aguste Comte kembali menambahkan “HIDUP DI DUNIA INI HANYA MEMBUTUHKAN yang KONGRIT-KONGRIT SAJA” kita ini hanya ingin membangun dunia. Aguste Comte bependapat “Agama itu tidak logis dan irrasional untuk membangun dunia” sehingga tidak akan mungkin membangun dunia dengan Spiritual sehingga di susuna heiraki fenomena Aguste Comte Spiritualisme diletakkan paling bawah dan yang paling atas adalah Positivisme (Saintifik). Saintifik inilah benang merah dari kurikulum 2013 yang sebenarnya berakar pada pemikiran dimana agama dimarjinalkan, maka ini adalah suatu kondisi yang miris terjadi dinegeri ini yang mulai tergerus oleh fenomena Comte yang diberdayakan oleh negara-negara Power Now, yang menunjukan negara indonesia semakin lemah dalam percaturan dunia saat ini yang dianalogikan seperti anak ayam yang kehilangan arah dalam sangkarnya sendiri. Kondisi inilah yang menyebabkan karakter negara indonesia yang menjadikan spiritual menjadi dimensi teratas berubah menjadi dimensi saintifik (IPTEK) sehingga ilmu-ilmu seperti Matematika, Kimia, Biologi dan lain-lain diolah di saintifik tersebut untuk menopang menembus ruang dan waktu. IPTEK, tanpa kita sadari menjerumuskan diri kita dalam pengguna aliran  positivisme tersebut, yang mutlak tidak bisa dihindari di zaman industri saat ini dengan penguasa tertinggi yaitu negara-negara seperti Amerika Serikat, Rusia dan Cina sebagai pemegang kendali, yang dikenal dengan Revolusi industrialisasi dunia barat.

Tanpa disadari menjelma berakar dari Tradisional, Feodal, Modern, Pos Modern, Pos Pos Modern sampai sekarang adalah Power Now atau Kontemporer. sehingga Indonesia yang memiliki cita-cita yang besar terjepit di hiraki tingkatan kehidupan Industrisasi Dunia Barat tersebut. Seperti penggambaran Power Now saat ini dimana Spiritualisme berada di tingkatan bawah. Padahal dahulu kala Indonesia gagal di jajah belanda karena Spiritualisme Indonesia yang tinggi. Kehidupan manusia terkontaminasi atau dibawah pengaruh kehidupan powernow seperti kapitalisme, pragmatisme, utilitarian, hedonisme, materialisme dan liberalisme. Sehingga kehidupan di dunia ini baik laki-laki perempuan, orangtua, orang muda, remaja, daksa, dewa dan sebagainya tidak bisa terlepas dari kekuasaan Power Now. Salah satu contoh teras Power now adalah adanya yahoo, gmail, google yang selama kita gunakan. Setiap hari bahkan tiap detik kita tidak bisa terkepas dari kuasanya Power Now tersebut baik dari makro sampai di mikro.

Kita dalam mempelajari filsafat bagaikan ikan yang berenang pada lautan yang telah tercemar oleh limbahnya Power Now. Dimana banyak banyak terdapat ikan yang mati dan ada pula yang asih hidup, bahkan ada pula yang hidup dalam kematian seperti yang dikatakan para sufi “bayak orang yang masih hidup namun sebenarnya ia telah mati dikarenakan hidupnya tidak ada doa, tidak ada ibadah” karena sebenar-benar hidup adalah berfikir jika tidak berfikir maka bagaikan mayat hidup hidup tapi mati secara filsafat. Sehingga agar kita sebagai ikan selamat dalam hidup ini berenanglah di air yang jernih, jernih dari limbahnya power now agar mampu menghasilkan keturunan yang mulia pula terbebas dari fenomena komte. Seperti orang yang memiliki hp baru Samsung Galaksi Terbaru yang diinstal berbagai aplikasi sehingga Magrib lewat, Isya lewat, Subuh lewat dan sebagainya lupa akan peduli ruang dan waktu di spiritualitasnya karena fenomena Comte karena Fenomena ini memilih dunia dari pada akhirat. Maka Spiritual memiliki solusi atas ini dimana “Berdoalah seakan-akan Engkau akan mati besok dan berusahalah seakan-akan Engkau masih akan hidup 1000 tahun lagi”.

Oleh karena itu, di penggambaran kurikulum 2013 dengan metode Saintifik menunjukkan Indonesia semakin lemah semakin lemah di percaturan dunia sebagai indikasi dari pengaruh Power Now tersebut. sehingga sedikit demi sedikit mulai meninggalkan aspek spiritualitasnya masing-masing bagaikan anak ayam yang kelaparan di lumbungnya sendiri malah yang kaya adalah Singapur, Cina dan sebagainya padahal negara Indonesialah makelarnya. Ini terbukti ketika adanya konferensi dunia dimana Indonesia tidak berani berargumen karena kurang percaya diri dengan konsepnya sehingga hanya sebagai objek dari negara-negara Power Now. Maka untuk menanggulangi kondisi tersebut maka perlu menggunakan metode baru yaitu metode gotong royong, dimana terjadi interaksi antara peserta didik dengan pendidiknya seperti halnya yang pak. Prof. Marsigit contohkan dengan memosting dan mengirim hasil-hasil postingan mahasiswa yang berkualitas dibeberapa media. Oleh karena itu, sainifik itu hanya 1/3 dunia, yang dalam proses pengembanganya tidak saintifik tetapi mengklaim sebagai pengunna pendekatan saintifik dan hanya didasarkan pada ego dan kepentingan kelompok semata. Secara fundamental pedekatan saintifik memiliki sisi baik dan buruk, dimana pendekatan saintifik terdiri atas 5M yaitu Mengamati, Menanya, Mengasosiasi, Mencoba, dan Mengkomunikasi. Oleh karena itu, marilah kita kembali berpegang teguh di spiritualisme masing-masing dan meninjau ulang pendekatan saintifik ini.
 
Kesimpulan yang dapat kita petik  dari uraian di atas adalah marilah kita belajar dari kekurangan-kekuragan sebelumnya dari aliran-aliran yang terdahulu dari sisi baik pandangan Aguste Comte namun diperlukan pemikiran serta tindakan yang nyata dari buah pemikiran sintesis solusi. Sehingga kita sebagai negara objek dari Power Now yang dimana menerapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran diperlukan tinjauan kembali di sisi tujuan pembelajaran itu. Dimana kembali kepada Spiritualitas masing-masing individu sebagai wadah kembali kapada Kausa Prima yang sempurna sehingga tidak terlalu jauh tercemar di limbahnya Power Now. 

Wassalamualaikum wr.wb









         





0 Response to "Arus Limbah Power Now "